Self Healing

Tubuh punya kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri atau self healing. Para ahli kesehatan kini semakin mampu mengungkap “rahasianya,” yaitu Salutogenese (Salus = sehat; Genesis = asal mula). Dalam Salutogenese yang jadi fokus adalah kesehatan, bukan penyakit.

Contoh konkretnya, misalnya: seorang pasien selalu mengalami gangguan tidur, karena stres berat dalam pekerjaan atau keluarga. Tentu sebagai solusinya ia bisa minum banyak obat, untuk dapat tidur. Tapi lebih baik jika ia bertanya, kondisi seperti apa agar dapat tidur dengan baik? Dengan cara itu, ia akan membangkitkan kemampuan tubuhnya untuk menyembuhkan diri sendiri dengan arti lain tubuhnya memiliki semacam mekanisme untuk self healing. Karena agar bisa mengatasi penyakit, orang harus menggunakan kemampuan menyehatkan tubuh.

Kemampuan Self Healing yang dimiliki tubuh manusia bisa dibuktikan jika menderita luka. Tubuh punya kemampuan membangun dan merepasari kembali sel-sel yang rusak, sehingga luka bisa mengecil dan akhirnya pulih kembali.

Cara Kerja Self Healing

Di samping itu, kesehatan pikis juga mempengaruhi kesehatan tubuh. Jika orang mengalami stres, tubuh akan memproduksi lebih banyak kortisol, dan ini menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, orang lebih mudah tertular penyakit.

Sebaliknya jika orang rileks, neurotransmiter dari otak menstimulasi sistem kekebalan tubuh. Bagaimana otak dan organ tubuh lainnya bekerjasama untuk menjaga kesehatan tubuh masih harus melalui pengujian lebih jauh lagi. Tapi sudah terbukti, proses ini berlangsung lebih baik jika orang merasakan ketenangan.

Jika orang merasa senang atau bahagia, tubuh membentuk lebih banyak hormon Serotonin dan Endorfin. Kedua hormon ini juga ikut memperkuat kekebalan tubuh dan ini sangat membantu dalam proses self healing seseorang.

Self Healing menurut Ahli

Profesor Wolfram Schüffel, kepala klinik untuk Psikosomatik di Universitas Marburg mengatakan, dengan kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri, dampak penyakit bisa dilemahkan. Sebuah cabang ilmu pengetahuan baru bernama Psikoneuroimunologi berupaya mengungkap apa yang terjadi, jika jiwa “menyembuhkan” tubuh. Bagaimana jiwa, sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh saling berkorelasi menjaga kesehatan individu.

Sebanyak 19 hingga 22 persen pasien yang datang ke dokter dengan keluhan fisik ternyata mengalami gangguan somatisasi. Gejala yang keluhan paling sering adalah kulit gatal, jantung berdebar, keluhan lambung, sesak napas, atau perasaan tidak nyaman saat bernapas, nyeri otot, mual, muntah, nyeri saat berhubungan seksual, dan kesemutan.

Gangguan Psikosomatik dan Obatnya

Dari hasil penelitian tersebut, sebenarnya dapat kita simpulkan bahwa obat yang terbaik ada dalam diri kita. Permasalahan yang seringkali muncul adalah, kita sendiri tidak percaya atau bahkan ragu pada diri kita sendiri yang memiliki kemampuan self healing. Sebagian lagi yang percaya namun belum optimal memanfaatkan kemampuan penyembuhan diri. Hal ini karena kurangnya pengetahuan bagaimana menghasilkan kemampuan penyembuhan tersebut.

Orang modern lebih percaya pada obat kimia. Meski hal tersebut berdampak pada organ lainnya. Padahal, ketika kita mampu mengelola kemampuan penyembuhan berupa teknik self healing ini tentu pemulihan bisa lebih cepat dan maksimal. Sehingga efek obat kimia bisa berkurang konsumsinya.

Tertarik untuk mempelajarinya ?